Kamis, 13 Agustus 2009

negara maju

Bagaimanakah Anda ingin melihat Wikimedia lima tahun ke depan? Kirimkan proposal! (Pelajari lebih lanjut)

[Sembunyikan] [Bantulah kami menerjemahkan!]
Negara maju
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Negara maju adalah sebutan untuk negara yang menikmati standar hidup yang relatif tinggi melalui teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Kebanyakan negara dengan GDP per kapita tinggi dianggap negara berkembang. Namun beberapa negara telah mencapai GDP tinggi melalui eksploitasi sumber daya alam (seperti Nauru melalui pengambilan phosphorus) tanpa mengembangkan industri yang beragam dan ekonomi berdasarkan-jasa tidak dianggap memiliki status 'maju'.

Pengamat dan teoritis melihat alasan yang berbeda mengapa beberapa negara (dan lainnya tidak) menikmati perkembangan ekonomi yang tinggi. Banyak alasan menyatakan perkembangan ekonomi membutuhkan kombinasi perwakilan pemerintah (atau demokrasi), sebuah model ekonomi pasar bebas, dan sedikitnya atau ketiadaan korupsi. Beberapa memandang negara kaya menjadi kaya karena eksploitasi dari negara miskin di masa lalu, melalui imperialisme dan kolonialisme, atau di masa sekarang, melalui proses globalisasi.

[sunting] Beberapa negara maju

Organisasi seperti Bank Dunia, IMF dan CIA, biasanya setuju bahwa sekelompok negara maju termasuk:

Anggota Uni Eropa:

* Austria
* Belgia
* Denmark
* Finlandia
* Prancis



* Jerman
* Yunani
* Irlandia
* Italia
* Luxemburg



* Belanda
* Portugal
* Spanyol
* Swedia
* Kerajaan Bersatu (Britania Raya, 'Inggris')

Negara non-UE:

* Andorra
* Islandia
* Liechtenstein
* Monako



* Norwegia
* San Marino
* Swiss
* Vatikan

Negara bukan Eropa:

* Australia
* Kanada
* Korea Selatan
* Hong Kong
* Israel



* Jepang
* Selandia Baru
* Cina
* Taiwan
* Amerika S

republik kamerun

Republik Kamerun adalah sebuah republik kesatuan di Afrika tengah dan barat. Ia berbatasan dengan Nigeria di barat, Chad di timur laut, Republik Afrika Tengah di timur, dan Republik Kongo, Gabon, dan Guinea Khatulistiwa di selatan. Pantai Kamerun terletak di Teluk Bonny, bagian dari Teluk Guinea dan Samudera Atlantik. Negara ini disebut "Afrika dalam miniatur" karena banyaknya ragam geologi dan budayanya. Daerahnya memiliki pantai, gurun, gunung, hutan hujan, dan savana. Titik tertinggi adalah Gunung Kamerun di barat daya, dan kota-kota terbesar adalah Douala, Yaoundé, dan Garoua. Kamerun memiliki lebih dari 200 kelompok etnis dan bahasa. Negara ini juga dikenal dengan gaya musiknya yang khas, terutama makossa dan bikutsi, dan dengan tim nasional sepak bolanya. Bahasa Inggris dan Perancis adalah bahasa resmi.

Penduduk awal daerah ini adalah kebudayaan Sao di sekitar danau Chad dan suku Baka di tenggara. Penjelajah Portugis mencapai pantainya pada abad ke-15 dan menamai daerah ini Rio dos Camarões ("Sungai Udang"), dan dari sini muncul nama "Kamerun". Tentara suku Fula mendirikan Emirat Adamawa di utara pada abad ke-19, dan berbagai kelompok etnis di barat dan barat laut mendirikan chiefdom dan fondom. Kamerun menjadi koloni Kekaisaran Jerman pada 1884. Setelah Perang Dunia I, daerah ini dibagi antara Perancis dan Britania sebagai mandat Liga Bangsa-Bangsa. Partai politik Union des Populations du Cameroun memperjuangkan kemerdekaan namun dilarang pada tahun 1950-an. Partai ini memerangi Perancis sampai 1971. Pada 1960, Kamerun Perancis merdeka sebagai Republik Kamerun dengan presiden Ahmadou Ahidjo. Bagian selatan dari Kamerun Britania bergabung pada 1961 untuk membentuk Republik Federasi Kamerun. Negara ini kemudian dinamai Republik Kesatuan Kamerun pada 1972 dan Republik Kamerun pada 1984.

Dibandingkan dengan negara-negara Afrika lain, Kamerun relatif stabil. Hal ini memungkinkan perkembangan cocok tanam, jalan, kereta api, dan industri minyak bumi dan kayu. Namun banyak warga Kamerun tinggal dalam kemiskinan sebagai petani. Kekuasaan dipegang oleh presiden Paul Biya dan partainya Cameroon People's Democratic Movement, dan korupsi membudaya. Komunitas Anglophone merasa semakin terasing dari pemerintah, dan politisi Anglophone menyerukan desentralisasi atau bahkan pemisahan diri.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Sejarah
* 2 Politik dan pemerintahan
* 3 Pendidikan dan kesehatan
* 4 Provinsi
* 5 Lihat pula
* 6 Catatan
* 7 Rujukan
* 8 Pranala luar

[sunting] Sejarah

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Kamerun

Joseph Merrick adalah seorang misionaris Baptis dari Jamaika yang mendirikan sebuah gereja di antara suku Isubu

Daerah yang sekarang dikenal sebagai Kamerun pertama dihuni dalam zaman Neolitikum. Penduduk terlama adalah kelompok-kelompok Pygmy seperti suku Baka.[1] Kebudayaan Sao muncul di dekat danau Chad sekitar 500 M dan digantikan oleh kerajaan Kanem dan kemudian kerajaan Bornu. Berbagai kerajaan, fondom, dan chiefdom juga muncul di barat.

Pelaut dari Portugal mencapai pantai Kamerun pada 1472. Mereka melihat kelimpahan udang dan kepiting di sungai Wouri dan menamainya Rio dos Camarões (sungai udang), dan dari kata ini kemudian diturunkan "Kamerun". Setelah itu, pedagang dan misionaris Eropa datang ke Kamerun dan masuk ke pedalaman. Pada awal abad ke-19, Modibo Adama memimpin tentara suku Fula dalam jihad di utara melawan orang-orang non-Muslim dan mendirikan Emirat Adamawa. Orang-orang yang melarikan diri dari tentara Fulani ini kemudian menetap di berbagai daerah.[2]

Kekaisaran Jerman menjajah Kamerun mulai 1884 dan masuk ke pedalaman. Mereka memulai proyek untuk memperbaiki infrastruktur dengan sistem perbudakan.[3] Dengan kekalahan Jerman dalam Perang Dunia II, Kamerun menjadi daerah mandat Liga Bangsa-Bangsa dan dibagi menjadi daerah Perancis Cameroun dan daerah Britania Cameroons pada 1919. Perancis kemudian menggabungkan ekonomi Cameroun dengan ekonomi Perancis[4] dan memperbaiki infrastruktur dengan penanaman modal, pekerja terampil, dan perbudakan.[3] Britania memerintah daerah mereka dari negara tetangga Nigeria. Hal ini menyebabkan Kamerun menjadi "koloni dari koloni" yang terabaikan. Tenaga kerja migran Nigeria masuk ke Cameroons selatan, mengakhiri perbudakan tapi juga membuat penduduk asli marah.[5] Mandat Liga Bangsa-Bangsa diubah menjadi United Nations Trusteeships pada 1946, dan masalah kemerdekaan mulai muncul di Cameroun.[4] Perancis melarang partai politik paling radikal, Union des Populations du Cameroun (UPC), pada 13 Juli 1955. Hal ini menyebabkan perang gerilya panjang dan pembunuhan pemimpin partai ini, Ruben Um Nyobé.[6] Di Cameroons diperdebatkan antara bergabung dengan Cameroun atau Nigeria.
Ahmadou Ahidjo tiba di Washington, D.C., Juli 1982

Pada 1 Januari 1960, Cameroun mendapat kemerdekaan dari Perancis di bawah presiden Ahmadou Ahidjo, dan pada 1 Oktober 1961, Southern Cameroons bergabung dengan tetangganya untuk membentuk Republik Federasi Kamerun. Ahidjo menggunakan perang melawan UPC dan kekhawatiran akan perang etnis untuk menggalang kekuasaan presiden, bahkan setelah UPC dikalahkan pada 1971.[6] Partai politiknya, Cameroon National Union (CNU), menjadi satu-satunya partai politik pada 1 September 1966 dan pada 1972, sistem pemerintahan federasi diubah menjadi United Republic of Cameroon (Republik Kesatuan Kamerun), dengan ibukota Yaoundé.[7] Ahidjo memilih kebijakan ekonomi planned liberalism, mengutamakan cash crops dan minyak bumi. Pemerintah menggunakan uang dari minyak untuk menciptakan persediaan uang nasional, membayar petani, dan membiayai proyek-proyek pembangunan besar; namun banyak proyek gagal karena Ahidjo melakukan nepotisme dengan menunjuk teman-temannya walaupun mereka tidak kompeten.[8]

Ahidjo mengundurkan diri pada 4 November 1982 dan menunjuk penerusnya, Paul Biya. Namun Ahidjo tetap mengendalikan CNU dan mencoba untuk memerintah negara dari belakang tirai sampai Biya dan sekutu-sekutunya mendesak Ahidjo untuk mundur. Biya memulai masa pemerintahannya dengan bergerak ke arah demokrasi, namun sebuah usaha kudeta mengembalikan gaya pemerintahannya ke pendahulunya.[9] Sebuah krisis ekonomi terjadi pada pertengahan 1980-an sampai akhir 1990-an karena keadaan ekonomi dunia, kekeringan, harga minyak bumi yang jatuh, korupsi, mismanagement, dan kolusi. Kamerun meminta bantuan asing, memotong pengeluaran negara, dan memprivatisasi industri. Dengan dimulainya politik multipartai pada Desember 1990, kelompok-kelompok Anglophone menuntut otonomi yang lebih besar, dan sebagian menuntut kemerdekaan sebagai Republik Ambazonia.[10]

[sunting] Politik dan pemerintahan

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Politik Kamerun

Presiden Kamerun adalah kepala negara dan memiliki kekuasaan yang luas untuk menciptakan kebijakan, mengatur badan-badan pemerintah, mengepalai angkatan bersenjata, membicarakan dan mengesahkan perjanjian, dan menyatakan keadaan darurat.[11] Presiden menunjuk pejabat-pejabat negara di semua tingkat, mulai dari perdana menteri (kepala pemerintahan) sampai gubernur provinsi, pejabat divisi, dan anggota lembaga perwakilan kota-kota besar. Presiden dipilih secara langsung setiap tujuh tahun. Di kota-kota kecil, penduduk memilih walikota. Korupsi tersebar di semua tingkat pemerintahan. Pada 1997, Kamerun mendirikan kantor-kantor anti korupsi di 29 kementrian, tapi hanya 25% yang bekerja,[12] dan pada 2006, Transparency International menempatkan Kamerun di posisi 138 dari 163 negara.[13] Pada 18 Januari 2006, Biya memulai gerakan anti korupsi di bawah pengawasan National Anti-Corruption Observatory.[12]
Patung seorang tetua di Bana, Provinsi Barat

Sistem hukum Kamerun didasarkan pada hukum di Perancis dengan pengaruh common law.[14] Walaupun independen, lembaga yudikatif berada di bawah lembaga eksekutif Departemen Kehakiman.[15] Presiden menunjuk hakim di semua tingkat pemerintahan. Lembaga yudikatif dibagi menjadi tribunal, Pengadilan Banding, dan Mahkamah Agung. Majelis Nasional memilih anggota Pengadilan Tinggi yang mengadili pejabat-pejabat tinggi negara bila mereka dituduh membahayakan keamanan nasional.

Berbagai organisasi hak asasi manusia menuduh polisi dan militer menyiksa tersangka kriminal, etnis minoritas, kaum homoseksual, dan aktivis politik.[16] Penjara diisi terlalu penuh dan kekurangan makanan dan fasilitas medis,[17][18] dan penjara yang dikepalai oleh pemimpin tradisional di utara dituduh menahan lawan politik karena desakan pemerintah.[19] Namun, sejak awal tahun 2000-an, banyak polisi telah dihukum karena pelanggaran hukum.[18]

Majelis Nasional membuat hukum. Badan ini terdiri dari 180 anggota yang dipilih untuk masa jabatan 5 tahun dan bersidang 3 kali setahun. Hukum disahkan oleh pemungutan suara mayoritas. Badan ini jarang menolak hukum yang diusulkan oleh presiden.[15] Konstitusi 1996 mendirikan parlemen majelis rendah, yaitu Senat yang beranggotakan 100 orang. Namun lembaga ini belum pernah digunakan.[14] Pemerintah mengakui kekuasaan pemimpin tradisional, fon, dan lamibe untuk memerintah di tingkat lokal dan untuk menyelesaikan persengketaan sepanjang keputusan mereka tidak berlawanan dengan hukum nasional.[20]

Partai Presiden Paul Biya, Cameroon People's Democratic Movement (CPDM) adalah satu-satunya partai politik yang sah sampai Desember 1990. Berbagai partai politik etnis dan agama telah muncul sejak saat itu. Oposisi utama adalah Social Democratic Front (SDF), didukung sebagian besar oleh daerah Anglophone dan dipimpin oleh John Fru Ndi.[21] Biya dan partainya telah mengendalikan kepresidenan dan Majelis Nasional dalam pemilu-pemilu nasional, tapi lawan-lawan politiknya menuduh bahwa hal ini tidak adil.[10] Berbagai organisasi HAM menuduh pemerintah menekan kebebasan kelompok oposisi dengan mencegah demonstrasi, membubarkan pertemuan, dan menangkap para pemimpin dan wartawan oposisi.[22][19] Freedom House memberi Kamerun peringkat "not free" dalam hal hak politik dan kebebasan sipil.[23] Pemilu parlemen terakhir diadakan pada 22 Juli 2007.[24]

Kamerun adalah anggota Commonwealth of Nations dan La Francophonie. Hubungan luar negeri mereka mengikuti sekutu terdekat mereka, Perancis.[25] Negara ini juga sangat bergantung pada Perancis dalam hal pertahanan,[15] walaupun pengeluaran militer tinggi dibandingkan dengan sektor pemerintahan lain.[26] Biya telah berselisih dengan pemerintah Nigeria dalam hal kepemilikan semenanjung Bakassi dan dengan presiden Gabon El Hadj Omar Bongo mengenai urusan pribadi.[27] Walaupun demikian, perang saudara adalah ancaman utama dalam negeri, karena ketegangan antara kaum Kristen dan Muslim dan antara kaum Anglophones dan Francophones.[28]

[sunting] Pendidikan dan kesehatan
Papan nama seorang "traditional doctor" atau dukun di Tatum, Provinsi Barat Laut

Sebagian besar anak-anak dapat memperoleh pendidikan di sekolah negeri yang gratis atau sekolah swasta yang diberi subsidi[29] Sistem pendidikan di Kamerun adalah campuran antara sistem Inggris dan Perancis[30] dengan bahasa pengantar sebagian besar bahasa Inggris atau Perancis.[31] Kamerun memiliki tingkat kehadiran sekolah tertinggi di Afrika.[29] Anak perempuan lebih jarang bersekolah daripada anak laki-laki karena pengaruh budaya, kewajiban rumah tangga, pernikahan dan kehamilan dini, dan pelecehan seksual. Walaupun tingkat kehadiran lebih tinggi di selatan,[29] terlalu banyak guru ditugaskan ke sana, sehingga di utara sekolah-sekolah memiliki terlalu sedikit guru.[18]

Kualitas kesehatan di Kamerun pada umumnya rendah.[32] Di luar kota-kota besar, fasilitas kesehatan biasanya kotor dan tidak lengkap.[33] Penyakit yang berjangkit misalnya demam berdarah, filariasis, leishmaniasis, malaria, meningitis, schistosomiasis, dan penyakit tidur.[34] Tingkat infeksi HIV/AIDS diperkirakan 5,4% dari penduduk usia 15–49,[35] walaupun tekanan sosial membuat jumlah laporan lebih rendah dari sebenarnya.[36] Dukun adalah alternatif populer terhadap ilmu pengobatan barat.[37]

[sunting] Provinsi

Kamerun terbagi kepada 10 provinsi:

* Provinsi Adamawa
* Provinsi Tengah
* Provinsi Timur
* Provinsi Ujung Utara
* Provinsi Litoral
* Provinsi Utara
* Provinsi Barat Laut
* Provinsi Barat
* Provinsi Selatan
* Provinsi Barat Daya

republik federal jerman

Republik Federal Jerman (bahasa Jerman: Bundesrepublik Deutschland) adalah sebuah negara di Eropa Tengah. Negara ini merupakan negara dengan posisi ekonomi dan politik yang penting di Eropa dan secara terbatas di tingkat dunia. Jerman dikenal dengan penguasaan teknologi maju, khususnya dalam bidang industri kendaraan bermotor dan alat-alat presisi.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Wilayah dan pembagian administrasi
* 2 Sejarah
o 2.1 Prasejarah
o 2.2 Periode Antik
o 2.3 Periode Pertengahan
o 2.4 Reformasi
o 2.5 Renaisans (Aufklärung)
o 2.6 Runtuhnya Kekaisaran Suci Romawi dan sekularisasi
o 2.7 Konfederasi Rhein (Rheinischer Bund)
o 2.8 Deutsches Reich
+ 2.8.1 Kekaisaran Jerman
+ 2.8.2 Republik Weimar
+ 2.8.3 Jerman Nazi
# 2.8.3.1 Wilayah taklukan Nazi Jerman
o 2.9 Republik Federal Jerman
+ 2.9.1 Terpecahnya Jerman
+ 2.9.2 Penyatuan Kembali (Wiedervereinigung)
* 3 Penduduk
o 3.1 Demografi
o 3.2 Etnis
o 3.3 Agama
* 4 Tentang nama Jerman
* 5 Bahasa
* 6 Lihat pula
* 7 Pranala luar

[sunting] Wilayah dan pembagian administrasi
Pembagian administratif Republik Federal Jerman.

Negara dengan sejarah panjang ini berbatasan langsung dengan sembilan negara. Di sebelah barat berbatasan dengan Belanda, Belgia, Luxemburg, dan Perancis. Di sebelah selatan berbatasan dengan Swiss dan Austria. Di sebelah timur berbatasan dengan Ceko dan Polandia. Di sebelah utara berbatasan dengan Denmark. Apabila tetangga di seberang laut (Laut Baltik) juga dihitung, maka Jerman juga bertetangga dengan Swedia.

Negara ini pernah memiliki wilayah yang jauh lebih luas daripada yang sekarang ada dan pernah pula terpecah secara politik sejak berakhirnya Perang Dunia II tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1949 hingga tanggal 3 Oktober 1990, di saat bagian timur negara ini dikuasai oleh rezim komunis dan bernama Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur, atau Deutsche Demokratische Republik disingkat DDR).

Secara administrasi, Jerman adalah negara federasi (Bund) dengan 13 negara bagian (Bundesland) dan tiga kota setingkat negara bagian (Bundesstadt). Negara-negara bagian modern yang ada sekarang (lihat pada templat negara bagian di bagian akhir artikel ini) dibentuk semenjak berakhirnya Perang Dunia II. Sebelumnya, pembagian sedikit banyak masih mengikuti garis kepemilikan feodalistik, sebagai peninggalan masa Kekaisaran Jerman.


[sunting] Sejarah

Lihat pula artikel Sejarah Jerman

[sunting] Prasejarah

Negara Jerman terletak di antara aliran beberapa sungai besar yang sejak ribuan tahun menjadi tempat bermukim beraneka ragam masyarakat. Fosil Homo heidelbergensis dan Homo neanderthalensis ditemukan di daerah lembah dekat aliran sungai. Pada periode yang lebih modern ditemukan peninggalan dari manusia Cro-Magnon dari Zaman Es. Peninggalan-peninggalan peradaban Zaman Batu dan Zaman Perundagian juga ditemukan di banyak tempat.

Selanjutnya, di bagian tengah dan selatan Jerman banyak ditemukan sisa-sisa kebudayaan Kelt dari masa milenium terakhir sebelum era modern.

[sunting] Periode Antik

Pada masa menjelang ekspansi Romawi, wilayah Jerman dihuni oleh berbagai puak Germanik yang saling bersaing satu sama lain. Kelemahan ini dimanfaatkan oleh orang Romawi untuk menaklukkan wilayah timur Sungai Rhein dan mendirikan provinsi Germania Magna. Pada abad pertama Masasihh, pasukan AS Roma kembali dapat didesak mundur.

Perlahan-lahan, suku-suku Germanik ini mulai memperluas wilayahnya ke arah barat setelah kekuatan Romawi memudar. Walaupun Romawi secara politis sudah tidak kuat, namun secara budaya suku-suku Germanik sangat terpengaruh oleh budaya Romawi. Secara bergantian bermunculan puak-puak yang mendominasi dan mulai membentuk dinasti/wangsa berkuasa, seperti dinasti Meroving dan dinasti Salia. Proses kristenisasi dan kultur feodalisme juga mulai terjadi pada periode ini.

Pada abad ke-8 muncul satu suku Jerman yang mencuat dan mendirikan imperium, mengikuti contoh yang pernah ditunjukkan oleh orang Romawi sebelumnya, yaitu Nathaniel, dengan penguasa pertama Nicholas (Charles Martel). Ia mendirikan Kerajaan Franka, yang mendominasi Eropa barat dan tengah hingga beberapa abad sesudahnya.

[sunting] Periode Pertengahan

Periode ini dimulai sejak berdirinya Kekaisaran Suci Romawi pada abad ke-9, sebagai hasil penyatuan kembali wilayah Kerajaan Franka dan takluknya Italia bagian utara di tangan puak Jerman.

Periode ini berakhir setelah terjadinya Reformasi, yang digerakkan oleh Martin Luther, Johannes Calvin, dan Zwingli.

[sunting] Reformasi

[sunting] Renaisans (Aufklärung)

[sunting] Runtuhnya Kekaisaran Suci Romawi dan sekularisasi

[sunting] Konfederasi Rhein (Rheinischer Bund)

[sunting] Deutsches Reich

[sunting] Kekaisaran Jerman

[sunting] Republik Weimar

[sunting] Jerman Nazi

Jerman Nazi atau Reich Ketiga merujuk terutama pada masa dari tahun 1933 sampai 1945, ketika Adolf Hitler atau disebut juga dengan Der Führer memimpin negara Jerman sebagai diktator dan menyebarkan ideologi nasional-sosialisme (Nationalsozialismus). Reich adalah kata Jerman untuk "kerajaan". Disebut kerajaan ketiga karena kerajaan pertama adalah Kekaisaran Romawi Suci, sedangkan kerajaan kedua adalah Kekaisaran Jerman.

Dalam periode ini Jerman tumbuh dari negara yang kalah Perang Dunia I hingga menjadi salah satu kekuatan militer terbesar di dunia. Pada saat yang bersamaan juga berlaku politik rasis yang meninggikan bangsa Arya dan merendahkan ras-ras lain.

Terutama bangsa Yahudi didiskriminasi dan dikumpulkan untuk dibunuh di kamp konsentrasi. Selain orang Yahudi kaum Nazi juga mendiskriminasi dan membantai bangsa Gipsi (Roma dan Sinti) serta bangsa Slavia. Jerman Nazi berakhir ketika mereka kalah Perang Dunia II melawan Uni Soviet dan kekuatan Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Sebagai hasil dari kekalahan ini negara Jerman lantas dibagi menjadi Republik Federasi Jerman di barat dan Republik Demokratis Jerman di timur serta wilayahnya di timur sungai Oder dan Neisse diberikan kepada Polandia dan Uni Soviet. Wilayah Eropa taklukan Nazi Jerman di saat puncak kekuatannya Perkembangan ekspansi wilayah Jerman di Eropa dari 1937 sampai 1 September 1943

[sunting] Wilayah taklukan Nazi Jerman

* Austria (Maret 1938)
* Cekoslowakia
* Polandia (September 1939)
* Denmark (April 1940)
* Norwegia (April 1940)
* Belanda (Mei 1940)
* Belgia (Mei 1940)
* Luksemburg (Mei 1940)
* Perancis (Juni 1940)

perancis,belgia,belanda,luxemburg ditaklukan jerman hanya dalam waktu 1,5 bulan

* Yunani (April 1941)
* Yugoslavia (April 1941)
* beberapa negara di bagian Afrika Utara
* sebagian wilayah Uni Soviet/Rusia (tidak berhasil menguasai semua wilayahnya sebelum musim dingin)

[sunting] Republik Federal Jerman

Kekalahan dalam Perang Dunia II membuat Jerman kehilangan wilayah timur yang jatuh ke tangan Polandia dan Rusia. Terjadi pula aksi balas dendam di Polandia dan Cekoslowakia berupa pengusiran paksa orang-orang Jerman dari wilayah mereka (Zwangsvertreibung). Di Rusia, orang-orang keturunan Jerman banyak yang dibuang ke wilayah timur (Siberia).

Sisa wilayah Jerman dibagi secara administrasi ke dalam sektor Inggris, Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia. Negara-negara bagian disederhanakan dan secara total disekularisasi. Namun demikian, proses pengembalian administrasi ke tangan bangsa Jerman mengalami hambatan karena pertentangan ideologi antara tiga negara Barat dengan Rusia. Rusia enggan menyerahkan wilayah yang dikuasainya karena khawatir kehilangan pengaruh di Jerman.

[sunting] Terpecahnya Jerman

[sunting] Penyatuan Kembali (Wiedervereinigung)

[sunting] Penduduk

[sunting] Demografi

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Demografi Jerman

Hamburg adalah kota terbesar kedua Jerman (foto ini memperlihatkan pusat Hamburg sebelum perang dunia I)

Jerman memiliki banyak kota besar namun hanya tiga yang memiliki lebih dari satu juta orang: Berlin dengan 3,4 juta orang, Hamburg dengan 1,8 juta orang, dan München dengan 1,4 juta orang. Dengan demikian populasi tidak terlalu terpusat dan berorientasi ke satu kota besar saja bila dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Kota terbesar lainnya adalah Köln, Frankfurt am Main, Stuttgart, Dortmund, Essen, Düsseldorf, Bremen, Duisburg dan Hannover. Kota terbesar adalah region Rhine-Ruhr, termasuk distrik Düsseldorf-Köln.

[sunting] Etnis

Jerman merupakan negara multietnis, namun sekarang perbedaan etnis tersebut mulai luntur akibat penggunaan bahasa Jerman Tinggi yang luas. Negara-negara bagian yang ada beberapa di antaranya masih menyisakan pembagian etnisitas tersebut, seperti Saarland (dihuni oleh suku bangsa Saar), Sachsen (suku Sachsen), Bayern (suku Bayer), Hessen (suku Hessen), serta Schleswig-Holstein (di bagian utara oleh orang Denmark). Di bagian timur Brandenburg juga bermukim beberapa suku Slavia.

Orang Yahudi telah sejak lama menghuni kota-kota di Jerman dan dikenal sebagai pedagang ulung. Semenjak Revolusi Industri, banyak imigran dari negara-negara Eropa bekerja dan menetap di Jerman. Pada abad ke-19, imigran dari Italia, Polandia, dan Ceko bekerja di industri tambang batu bara dan pabrik-pabrik di daerah Ruhr dan Rhein. Berakhirnya Perang Dunia II menyebabkan berdatangannya keturunan Jerman yang sebelumnya menetap di berbagai negara Eropa Timur (Vertreibung, Pengusiran terhadap orang Jerman). Booming industri pada tahun 1960-an dan 1970-an juga mengundang imigran dari daerah Balkan dan Turki. Gelombang besar imigrasi terakhir terjadi semenjak Penyatuan Kembali Jerman. Setelah peristiwa ini, Jerman membuka diri bagi keturunan Jerman yang masih menetap di Eropa Timur.

Pada 2004, sekitar 6,7 juta non-warganegara tinggal di Jerman. Dengan yang terbesar datang dari Turki, diikuti oleh Italia, Yunani, Kroasia, Belanda, Serbia, Montenegro, Spanyol, Bosnia dan Herzegovina, Austria, Portugal, Vietnam, Maroko, Polandia, Macedonia, Lebanon dan Perancis [1]. Sekitar 2/3-nya telah berada di negara ini selama 8 tahun atau lebih, dan oleh karena itu bisa dinaturalisasikan. [2]

Jerman masih merupakan tujuan utama bagi pengungsi politik (peminta suaka) dan ekonomi dari banyak negara berkembang, namun jumlahnya turun dalam beberapa tahun terakhir ini, mencapai sekitar 50.000 pada 2003.

[sunting] Agama

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Agama di Jerman

Martin Luther, Bapak Reformasi Jerman dan pembaharu bahasa Jerman, 1529

Jerman adalah tempat kelahiran Reformasi yang dimulai oleh Martin Luther pada awal abad ke-16. Sekarang ini, Protestan (terutama di utara dan timur) terdiri dari 33% populasi dan Katolik (terutama di selatan dan barat) juga 33%. Keseluruhan terdapat sekitar 55 juta orang beragama Kristen. Kebanyakan Protestan Jerman merupakan anggota dari Gereja Evangelikal Jerman. Gereja Bebas ada dalam kota besar maupun kecil. Paus Katolik Roma sekarang ini adalah orang Jerman, Paus Benediktus XVI.

Selain itu ada beberapa ratus ribu pemeluk Ortodoks (terutama Yunani dan Serbia), 400.000 anggota Gereja Kerasulan Baru, lebih dari 150.000 anggota Saksi Yehuwa, dan beberapa grup kecil lainnya.

Di luar itu ada pula sekitar 3,7 juta Muslim di Jerman yang terutama dianut oleh keturunan imigran dari Turki).

Jerman sekarang memiliki populasi Yahudi terbesar ke-3 di Eropa. Pada 2004, jumlah orang Yahudi dari bekas Uni Soviet yang tinggal di Jerman dua kali lipat dibanding dengan yang tinggal di Israel, membuat total pertumbuhan lebih dari 200.000 sejak 1991. Sekitng Yahudi memiliki suara dalam kehidupan publik Jerman melalui Zentralrat der Juden in Deutschland. Padahal di bawah rezim Nasionalis Sosialis (Nazi) Jerman, orang Yahudi di Eropa yang dibantai cukup banyak. Sekitar 12.000.000 orang Yahudi yang hidup di Eropa pada awal Januari 1933 menjadi sekitar 3.000.000 orang Yahudi yang selamat dari genosida (sapu bersih etnik) Nazi.

Die neue dutsche welle wilayah bekas Jerman Timu/www.umich.edu/~newsinfo/Releases/1997/Dec97/r121097a.html survey] belakangan ini. Sekitar 30% dari populasi tidak memiliki agama. Di Timur angka ini mungkin lebih tinggi.

Gereja dan negara terpisah, tetapi ada kerja sama di banyak bidang, terutama dalam bidang sosial, Gereja dan komunitas keagamaan, bila mereka besar, stabil dan setia kepada konstitusi, dapat mendapat status khusus dari negara sebagai "perusahaan di bawah hukum publik" yang mengizinkan Gereja untuk memungut pajak dari anggota yang disebut Kirchensteuer (pajak gereja). Pendapatan ini dikumpulkan oleh negara sebagai pengganti biaya koleksi. Lihat Status kebebasan agama di Jerman dan Pemisahan gereja dan negara.

[sunting] Tentang nama Jerman

Nama bangsa Jerman (bahasa Indonesia mengambil dari nama yang dipakai dalam bahasa Inggris) dikenal dengan nama-nama yang berbeda: German (dengan variasinya, contohnya dipakai dalam bahasa Indonesia dan Inggris), Allemania (dengan variasinya, dipakai misalnya oleh bahasa Perancis, Spanyol, dan Arab), Saksa (dipakai oleh bahasa Finlandia) dan juga Deutsch (dengan variasinya, dipakai misalnya oleh bahasa Jerman, Swedia, dan Belanda). Nama-nama itu sebetulnya mengacu pada puak-puak bangsa Germanik yang berbeda-beda, sekaligus menunjukkan beragamnya masyarakat Jerman. Deutsch (baca /doitʃ/) merupakan satu puak suku Germanik di yang tinggal di bagian utara, Alleman adalah tinggal di bagian selatan, serta Sachsen adalah puak yang tinggal di bagian timur Jerman sekarang. Nama German merupakan nama dari dewi pelindung bangsa-bangsa Germanik (Dewi Germania) dan provinsi Germania Major telah dipakai oleh Kekaisaran Romawi untuk menyebut provinsi di bagian timur Sungai Rhein.

[sunting] Bahasa

Rabu, 12 Agustus 2009

masa pasca proklamasi

1. Bidang Ekonomi
Pada masa pasca proklamasi kemerdekaan, keadaan perekonomian Indonesia mengalami kondisi yang cukup terpuruk dengan terjadinya inflasi dan pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Jepang dan mata uang Belanda, keadaan kas Negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak.
Oleh karena itu dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia menetapkan tiga mata uang sekaligus yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang. Pemerintah Indonesia juga mengambil tindakan lain yaitu menasionalisasikan de javasche bank, KLM, KPM, dan perkebunan – perkebunan asing milik swasta asing, serta mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu tidak memberikan hasil yang berarti dikarenakan adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup akses ekspor impor yang mengakibatkan negara merugi sebesar 200.000.000,00.
Banyak peristiwa yang mengakibatkan defisitnya keuangan negara salah satunya adalah perang yang dilancarkan sekutu dan NICA. Usaha- usaha lain yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan konferensi ekonomi pada bulan februari tahun 1946. Agenda utamanya adalah usaha peningkatan produksi pangan dan cara pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta asing.
2. Bidang Politik
Kondisi dunia politik bangsa Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan, banyak sekali mengalami perubahan dan pembaharuan di segala aspek. Sebagian besar melakukan pembenahan di dalam tubuh pemerintahan yang mana sebelumnya dipimpin oleh bangsa jepang yang menduduki bangsa Indonesia setelah Belanda. Pertama-tama melakukan rapat PPKI yang dilaksanakan pada tanggal 18 agustus 1945. Agenda pertama adalah menunjuk presiden dan wakil presiden serta mengesahkan dasar negara yaitu UUD Negara. Kemudian rapat terus berlanjut dengan agenda –agenda yang lebih luas yaitu pembentukan alat-alat perlengkapan negara seperti Komite Nasional, Kabinet Pertama RI, pembagian wilayah RI atas 8 Propinsi beserta pada gubernurnya, penetapan PNI sebagai satu-satunya partai politik di Indonesia, pembentukan BKR/TKR, dan lain-lain. Tetapi banyaknya hambatan dan kurangnya pengalaman dalam perjalanan pembangunan yang akan dihadapi, maka jalannya pemerintahan menjadi tersendat dan tidak seluruhnya sesuai rencana dan cita-cita yang telah di canangkan.
3. Bidang sosial dan budaya
Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi perubahan sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan sebelum kemerdekaan di proklamirkan, didalam kehidupan bangsa Indonesia ini telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi kelas-kelas masyarakat. Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum kemerdekaan di dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau penguasa.
Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.
Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah dicanangkan sejak awal adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah yang menjadikan misi utama yaitu menitik beratkan pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga menjabat sebagai menteri pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.
























































BERAKHIRNYA MASA ORDE BARI DAN LAHIRNYA REFORMASI

Mengapa keluarnya Supersemar menandai lahirnya pemerintah Orde Baru. Agar kalian memahami, ada baiknya kita flashback ke materi yang lalu. Bagaimana kondisi bangsa pada masa Demokrasi Terpimpin? Kondisi ekonomi sangat parah dan kondisi politik memanas karena adanya persaingan politik antara PKI dan TNI AD. Puncaknya terjadi peristiwa G 30 S/PKI. Akibatnya kehidupan berbangsa mengalami kekacauan. Oleh karena itu untuk memulihkan keadaan, Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar. Sekarang kalian paham, bukan? Pada masa Orde Baru, pemerintah melaksanakan pembangunan untuk menata kehidupan rakyat. Dengan pembangunan tersebut, tercapai kemajuan dalam berbagai bidang. Namun keberhasilan tersebut tidak diimbangi dengan fondasi yang kokoh. Akibatnya ketika diterpa krisis moneter, ekonomi Indonesia mudah rapuh. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana pula dampaknya terhadap kelangsungan pemerintah orde baru? Agar kalian lebih paham, maka cermatilah materi berikut ini.
A. Lahirnya Orde Baru

Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:
1. pembubaran PKI,
2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
3. penurunan harga.

Menghadapi aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan pembentukan Barisan Soekarno kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23 Februari 1966 kembali terjadi demonstrasi. Dalam demonsrasi tersebut, gugur seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh para demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonsrasi, presiden merombak kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang karena banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga mahasiswa memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11 Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar istana terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Tiga perwira tinggi TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar Presiden Soekarno tidak merasa terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD bersedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh. Oleh karena itu presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Supersemar pada intinya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan kestabilan jalannya pemerintahan. Selain itu untuk menjamin keselamatan presiden. Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting berikut.

1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.
2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut.
1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.
2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.
3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis.
B. Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru
Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12 Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting berikut.
1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. melaksanakan Pemilu,
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI.
Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upayaupaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
C. Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 – 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 13.1.

Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
D. Runtuhnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1. Runtuhnya Orde Baru

Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
2. Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan Habibie

Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a. masa depan Reformasi;
b. masa depan ABRI;
c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.

Rabu, 05 Agustus 2009

tipe-tipe perilaku masyarakat

pasca proklamasi

perilaku masyarakat pasca proklamasi cenderung lebih bersifat menonjolkan sifat kebersamaan yang kental sebagai satu bangsa dan menjunjung tinggi kemerdekaan negara republik indonesia

masa orde baru

Sejarah Indonesia (1968-1998)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia



Sejarah Nusantara

Pra-Kolonial (sebelum 1602)

Pra-sejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kerajaan Islam

Zaman kolonial (1602-1945)

Era Portugis

Era VOC

Era Belanda

Era Jepang (1942-1945)

Sejarah Republik Indonesia

Proklamasi (17 Agustus 1945)

Masa Transisi

Era Orde Lama

Demokrasi Terpimpin

Operasi Trikora (1960-1962)

Konfrontasi Indo-Malaya (1962-1965)

Gerakan 30 September 1965

Era Orde Baru
Gerakan Mahasiswa 1998

Era Reformasi

[Sunting]

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Masa Jabatan Suharto
1.1 Politik
1.2 Eksploitasi sumber daya
1.3 Warga Tionghoa
1.4 Perpecahan bangsa
2 Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
3 Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
4 Krisis finansial Asia
5 Pasca-Orde Baru
6 Lihat pula
7 Referensi

Masa Jabatan Suharto
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Perpecahan bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
sukses transmigrasi
sukses KB
sukses memerangi buta huruf
sukses swasembada pangan
pengangguran minimum
sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
sukses Gerakan Wajib Belajar
sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".
Sejarah Indonesia (1968-1998)
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia



Sejarah Nusantara

Pra-Kolonial (sebelum 1602)

Pra-sejarah

Kerajaan Hindu-Buddha

Kerajaan Islam

Zaman kolonial (1602-1945)

Era Portugis

Era VOC

Era Belanda

Era Jepang (1942-1945)

Sejarah Republik Indonesia

Proklamasi (17 Agustus 1945)

Masa Transisi

Era Orde Lama

Demokrasi Terpimpin

Operasi Trikora (1960-1962)

Konfrontasi Indo-Malaya (1962-1965)

Gerakan 30 September 1965

Era Orde Baru
Gerakan Mahasiswa 1998

Era Reformasi

[Sunting]

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan Orde Lama Soekarno.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meski hal ini dibarengi praktek korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Masa Jabatan Suharto
1.1 Politik
1.2 Eksploitasi sumber daya
1.3 Warga Tionghoa
1.4 Perpecahan bangsa
2 Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
3 Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
4 Krisis finansial Asia
5 Pasca-Orde Baru
6 Lihat pula
7 Referensi

Masa Jabatan Suharto
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Politik
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.
Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang" ke Pulau Buru.
Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET (eks tapol).
Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat. Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta, sehingga melebarkan jurang pembangunan antara pusat dan daerah.
Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari seminar Seskoad II 1966 dan konsep akselerasi pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan kapital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.
Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan[rujukan?].
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Perpecahan bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan "persatuan dan kesatuan bangsa". Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan.[1] Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigran.
Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru
perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
sukses transmigrasi
sukses KB
sukses memerangi buta huruf
sukses swasembada pangan
pengangguran minimum
sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
sukses Gerakan Wajib Belajar
sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
sukses keamanan dalam negeri
Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru
semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel
penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program "Penembakan Misterius" (petrus)
tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya)
Krisis finansial Asia
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pasca-Orde Baru
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan "Era Reformasi".
Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde Baru".